1. John H. Pestalozzi
Pestalozzi sangat menekankan pada pengembangan aspek sosial sehingga anak sanggup menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya dan bisa menjadi anggota masyarakat yang berguna. Pendidikan sosial akan berkembang jikalau pendidikan dimulai dengan pendidikan keluarga yang baik. Peran utama pendidikan sangat ditekan pada ibu yang sanggup mengatakan sendi-sendi dalam pendidikan jasmani, budipekerti dan agama.
Pandangan dasar Pestalozzi yang pertama menekankan pada pengamatan alam. Semua pengetahuan intinya bersumber dari pengamatan. Pandangan fundamental Pestalozzi ini ternyata terbukti oleh penelitian peoples (1988) yang telah dikemukakan terdahulu bahwa 75% pengetahuan insan diperoleh melalui pengamatan. Kembali pada pandangan Pestalozzi, pengamatan seorang anak pada sesuatu akan mengakibatkan pengertian, bahkan pengertian yang tanpa pengamatan merupakan sesuatu pengertian yang kosong (abstrak). Pandangan kedua ialah menumbuhkan keaktifan jiwa raga anak. Melalui keaktifan anak akan bisa mengolah kesan pengamatan menjadi suatu pengetahuan. Keaktifan akan mendorong anak melaksanakan interaksi degan lingkungannya. Pandangan ketiga ialah pembelajaran pada anak harus berjalan secara teratur setingkat demi setingkat atau bertahap. Prinsip ini sangat cocok dengan kodrat anak yang tumbuh dan berkembang secara bertahap. Pandangan dasar tersebut membawa konsekuensi bahwa materi pengembangan yang diberikan pada anakpun harus disusun secara bertingkat, dimulai dari urutan materi yang termudah hingga tersulit, dari materi pengembangan yang sederhana hingga yang terkompleks.
2. Friederich Wilhem Frobel
Frobel merupakan salah seorang tokoh pendidikan anak yang banyak mengatakan dampak dalam pemikiran gres (modern) dalam pengembangan anak usia dini, khususnya Taman Kanak-kanak. Walaupun ia banyak mempelajari visi kependidikan Pestalozzi, namun Frobel banyak mengatakan ‘critical thinking’ pada sekolah Pestalozzi terutama dari segi kurangnya keterpaduan model pelaksanaan pembelajaran. Frobel lahir tahun 1782 di Oberweiszbach (Jerman). Pola pendidikan yang demokratis yang dikembangkannya banyak mengakibatkan konfrontasi dengan pihak pemerintah sehingga ia dianggap sebagai pemberontak.
Pada tahun 1840, untuk merealisasikan cita-citanya Frobel meresmikan sebuah forum pendidikan yang diberi nama ‘Kindergarten’. Walaupun banyak tantangan (sampai-sampai ditutup forum pendidikan tersebut) tidak membuat Frobel patah semangat sehingga ia berniat untuk menyebarkan cita-citanya tersebut di Amerika. Namun sebelum harapan tersebut ia meninggal tahun 1852.
Pandangan dasar dari Frobel pengembangan otoaktivitas merupakan prinsip utama. Anak didik harus didorong untuk aktif sehingga sanggup melaksanakan banyak sekali kegiatan (pekerjaan) yang produktif. Prinsip kedua ialah kebebasan atau suasana merdeka. Otoaktivitas anak akan tumbuh dan berkembang jikalau pada anak diberikan kesempatan dalam suasana bebas sehingga anak bisa berkembang sesuai potensinya masing-masing. Melalui suasana bebas atau merdeka, anak akan memperoleh kesempatan menyebarkan daya fantasi atau daya khayalnya, terutama daya cipta untuk membentuk sesuatu dengan kekuatan fantasi anak. Prinsip ketiga yang dikemukakan Frobel ialah pengamatan dan peragaan. Kegiatan ini dimaksudkan terutama dalam menyebarkan seluruh indra anak. Prinsip ini selaras dengan apa yang telah dikemukakan Pestalozzi terdahulu. Agar pembelajaran tidak verbalistik maka anak harus diberi kesempatan untuk melaksanakan pengamatan terhadap banyak sekali kondisi lingkungan alam di sekitar. Pada lingkungan alam yang jauh atau sulit untuk diamati maka sanggup dilakukan dengan memakai prinsip peragaan. Pendidik sanggup meragakan hal-hal yang mustahil diamati anak secara langsung, baik berupa lingkungan fisik, sosial maupun keagamaan.
Ide cemerlang pada alat permainan Spielformen dari Frobel merupakan wangsit dasar yang sangat releven dengan pengembangan konsep “life skill” (life skill curriculum) yang kini banyak menjadi sentra perhatian para jago pendidikan anak modern. Alat permainan ini memungkinkan anak memberdayakan bahan-bahan mentah di lingkungan sekitar menjadi sesuatu hal yang produktif, inovatif dan kreatif.
Disamping kaya pengembangan potensi individual, spielformen juga sangat menantang anak untuk bermain kooperatif (kerja sama) dengan teman-temannya sehingga menghasilkan sesuatu bangunan permainan yang baik. Interaksi antar anak ini akan memungkinkan terjadinya perkembangan potensi sosiabilitas diantara anak-anak. Dalam pendidikan Frobel menyebarkan dan menanamkan pada anak melalui pengamatan untuk menumbuhkan kecintaan pada lingkungan sekitar, mirip tumbuhan dan binatang. Hal itu dilakukan dengan kegiatan bercocok tanam, berkebun serta memelihara hewan ternak. Semua bentuk pembelajaran Frobel di atas harus dilaksanakan dalam suasana yang dikenal dengan 3 F, yakni suasana Damai (Friede), Gembira (Freude) dan Merdeka (Freiheit).
3. Maria Montessori
Maria Montessori, seorang dokter perempuan Italia pertama. Montessori lahir di Chiaravalle, sebuah propinsi kecil di Ancona, Italia, pada tahun 1870. Reputasinya di bidang pendidikan anak dimulai sesudah Montessori lulus dari sekolah kedokteran. Dia bekerja di sebuah klinik psikiatri Universitas Roma. Pekerjaannya tersebut mengakibatkan dia berinteraksi pribadi dengan dilema cacat mental.
Pemikiran Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental kesannya ditindaklanjuti dengan pendirian Casai dei Bambini atau Children’s House di daerah-daerah kumuh di Roma tahun 1907. Lingkungan diatur sedemikian rupa sehingga sanggup digunakan oleh belum dewasa cacat mental di bawah lima tahun.
Ada prinsip-prinsip yang diyakini oleh Maria Montessori:
Pemikiran Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental kesannya ditindaklanjuti dengan pendirian Casai dei Bambini atau Children’s House di daerah-daerah kumuh di Roma tahun 1907. Lingkungan diatur sedemikian rupa sehingga sanggup digunakan oleh belum dewasa cacat mental di bawah lima tahun.
Ada prinsip-prinsip yang diyakini oleh Maria Montessori:
a. Menghargai anak
Setiap anak itu unik sehingga pendidik dalam mengatakan pelayanan harus secara individual. Anak mempunyai kemampuan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh alasannya itu pendidik harus menghargai anak sebagai individu yang mempunyai kemampuan yang luar biasa.
b. Absorbent Mind ( pemikiran yang cepat menyerap)
Informasi yang masuk melalui indera anak dengan cepat terserap ke dalam otak. Daya serap otak anak sanggup diibaratkan mirip sebuah sponse yang cepat menyerap air. Untuk itu pendidik hendaknya jangan salah dalam mengatakan konsep-konsep pada anak.
c.“sensitive periods” (masa peka). Masa peka sanggup digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau potensi yang akan berkembang sangat pesat pada waktu-waktu tertentu. Potensi ini akan mati dan tidak akan muncul lagi apabila tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, sempurna pada waktunya. Montessori mengatakan panduan periode sensitif atau masa peka ini dalam sembilan tahapan sebagai berikut:
Informasi yang masuk melalui indera anak dengan cepat terserap ke dalam otak. Daya serap otak anak sanggup diibaratkan mirip sebuah sponse yang cepat menyerap air. Untuk itu pendidik hendaknya jangan salah dalam mengatakan konsep-konsep pada anak.
c.“sensitive periods” (masa peka). Masa peka sanggup digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau potensi yang akan berkembang sangat pesat pada waktu-waktu tertentu. Potensi ini akan mati dan tidak akan muncul lagi apabila tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, sempurna pada waktunya. Montessori mengatakan panduan periode sensitif atau masa peka ini dalam sembilan tahapan sebagai berikut:
d. Lingkungan yang disiapkan
1)Pendidik hendaknya menyiapkan suatu lingkungan yang sanggup memunculkan keinginan anak untuk mempelajari banyak hal. Lingkungan yang disiapkan harus dirancang untuk menfasilitasi kebutuhan dan minat anak, sehingga pendidik harus meyediakan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak.
2)Lingkungan ditata dengan banyak sekali setting sehingga anak tidak bergantung dengan orang dewasa. Lingkungan yang disiapkan ini membuat anak bebas untuk bergerak, bermain dan bekerja.
e. Pendidikan Diri Sendiri
Dengan lingkungan yang disiapkan oleh pendidik, memungkinkan anak sanggup bereksplorasi, berekspresi, mencipta tanpa dibantu olah orang dewasa. Hasil yang diperoleh anak alasannya karyanya sendiri jauh luar biasa dan menakjubkan dibanding jikalau mereka dibantu. Karya yang dihasilkan bermacam-macam dan unik sedangkan yang dibantu hasil karya anak seragam dan sama. Makara sebetulnya anak sanggup berguru sendiri jikalau kita memberi fasilitas sesuai dengan potensi dan minatnya.
4. Loris Malaguzzy
Seorang pendidik berjulukan Loris Malaguzzy terkesan dengan pengabdian para orang tua dan mengatakan untuk membantu mereka menyebarkan sebuah pendekatan pembelajaran yang mengarah kepada kepentingan dari anak itu sendiri secara seutuhnya.
Pandangan L. Malaguzzy dengan Model Pembelajaran Reggio Emilia adalah:
a.memunculkan ide-ide yang diberikan anak atau dari minat anak.
b.Projek sanggup diprovokasi oleh guru untuk membantu perkembangan anak.
c.Projek sanggup diperkenalkan oleh guru melalui hal-hal yang menjadi minat anak. Misalnya: gedung-gedung tinggi, bentuk bangunan.
d.Projek harus merupakan sesuatu yang membutuhkan banyak waktu dalam pengerjaannya biar sanggup berkembang dalam pengerjaannya, sehingga anak sanggup mendiskusikan ide-ide gres untuk melanjutkan pengerjaan projek, untuk bernegosiasi (dengan sobat kelompok atau teman-teman sekelas mengenai bagaimana mengerjakan projek tersebut), dan untuk melatih anak mengurangi konflik.
e.Projek harus mempunyai bentuk yang kongkrit, menyangkut pengalaman yang ditemui anak dalam kehidupannya, penting bagi anak untuk lebih mengetahuinya, dan harus cukup ‘besar’ untuk memuat perbedaan pendapat. Selain itu, projek juga harus kaya akan ekspresi dalam penyajiannya.
Tujuan pembelajaran dalam Reggio Emilia adalah:
• Mengkomunikasikan kekuatan ide-ide dan hak-hak anak, potensi, dan sumber-seumber yang seringkali terabaikan
•Mempromosikan studi, penelitian, eksperimen dalam pembelajaran dengan konteks pembelajaran yang aktif, konstruktif dan kreatif.
• Meningkatkan profesionalisme guru, mendukung suatu kesadaran yang tinggi terhadap nilai-nilai kerjasama dan kebermaknaan hubungan antara anak dan keluarganya.
• Menjadikan topik utama dari nilai-nilai penelitian, observasi, interpretasi dan dokumentasi dari pengetahuan yang dibangun dari proses berpikir anak.
• Mengorganisasikan kunjungan terbimbing ke dalam acara pendidikan, pekan raya budaya, seminar, dan kursus-kursus dalam issue pendidikan dan budaya anak usia dini.Peranan guru dalam pendidikan dengan pendekatan Reggio Emilia ialah untuk:
• Membantu bagi anak dalam pengalaman berguru anak.
• Mendorong biar anak mengeluarkan ide-ide, cara pemecahan dilema dan konflik.
•Mengatur kelas dan benda-benda yang ada di kelas biar menjadi tempat yang menyenangkan.
• Mengatur jenis barang-barang di kelas biar sanggup membantu anak membuat keputusan mengenai benda-benda yang akan digunakan.
• Mendokumentasikan perkembangan anak melalui visual, videotape, tape recorder, dan portfolio.
• Membantu anak melihat hubungan yang ada antara pembelajaran dan pengalaman yang didapatnya.
• Membantu anak mengekspresikan pengetahuan yang mereka dapatkan atau miliki melalui bentuk-bentuk presentasi.
• Membentuk hubungan yang baik dengan guru-guru lainnya dan para orang tua.
• Membuat obrolan dan diskusi mengenai projek-projek yang dilakukan dengan para orang bau tanah dan guru lainnya.
• Menjaga bentuk hubungan yang sudah terbentuk dalam diri anak antara rumahnya, sekolah, dan komunitas lainnya.
Pemikiran Malaguzzy yang mengedepankan kepentingan anak sebagai seorang individu yang unik dan model pembelajaran Reggio Emilia nya tersebut mengakomodasi kebutuhan anak untuk melaksanakan eksplorasi, membuat kreativitas serta menemukan hal baru. Selain itu, model pembelajaran tersebut mensinergikan kiprah orang bau tanah dan komunitas di sekitar anak sebagai pecahan dari pendidikan untuk anak.
5. Jean Piaget
Jean Piaget lahir di Switzerland (1896-1980). Ia menyebarkan teori kognitif (cognitif theory) sebagai pendekatan belajar. Piaget sangat berminat wacana bagaimana insan berguru dan menyebarkan intelektualnya dari lahir hingga hehidupan seterusnya. Ia menentukan hidupnya untuk bereksperimen, observasi belum dewasa termasuk anaknya sendiri dan menulis teorinya. Piaget telah memperkaya penegtahuan kita wacana pikiran anak dan dampak Piaget pada pendidikan anak usia dini.
Pandangan dasar teori kognitif Piaget pertama kerterlibatan anak secara aktif dengan lingkungan fisik melalui pengalaman langsung. Pandangan dasar kedua bahwa perkembangan intelektual berkembang terus menerus. Pandangan dasar ketiga bahwa anak sudah mempunyai motivasi dalam diri untuk menyebarkan intelektual.
Piaget mengaplikasikan konsep penyesuaian tingkat mental dan menggunakannya untuk menjelaskan peningkatan perkembangan intelektual melalui tahapan berpikir. Mental insan mengadaptasikan pengalaman lingkungan sebagai hasil yang melibatkan orang-orang, tempat dan sesuatu; hasil perkembangan kognitif.
Menurut Piaget, melalui proses penyesuaian dengan lingkungan perkembangan intelektual anak berkembang. Proses penyesuaian terbagi 2 yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi ialah proses pengambilan data melalui impuls-impuls/rangsang indera dengan pengalaman-pengalaman dan banyak sekali kesan yang kemudian digabung menjadi pengetahuan wacana sesuatu (orang, benda). Akomodasi sebagai proses perubahan berpikir, berperilaku dan kepercayaan berdasarkan realitas. Berdasarkan pengalaman melalui inderanya seorang anak tahu wacana kucing. Pada ketika anak melihat anjing dan anjing itu disebut kucing. Hal ini dinamakan asimilasi. Begitu anak tahu bahwa anjing itu bukan kucing, sehingga ia sanggup membedakan anjing dan kucing. Perubahan pengetahuan wacana anjing dan kucing disebut akomodasi. Makara asimilasi dan fasilitas terjadi gotong royong dan saling mengisi, setiapkali anak menyesuaikan diri atau menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
6. Ki Hajar Dewantoro
Menurut Ki Hajar Dewantoro, pendidikan dan pengajaran merupakan istilah yang berbeda. Pengajaran merupakan pecahan dari pendidikan yang merupakan cara memberi ilmu pengetahuan dan kecakapan kepada belum dewasa sehingga mempunyai kegunaan bagi kehidupan lahir dan bathin. Pendidikan sanggup bermacam-macam arti, maksud, tujuan, cara, bentuk, syarat, dan alat. Walaupun berbeda-beda pandangan dalam membahas pendidikan, ada dasar-dasar atau garis-garis yang sama dalam pandangan tersebut. Pendidikan merupakan tuntunan hidup bagi anak-anak. Tujuan pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada belum dewasa sebagai insan dan anggota masyarakat sehingga sanggup mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tinginya. Tuntunan hidup itu bergantung pada kaum pendidik dalam membantu anak tumbuh dan berkembang. Dewantoro beropini bahwa belum dewasa ialah mahluk hidup yang mempunyai kodratnya masing-masing. Kaum pendidik hanya membantu menuntun kodratnya tersebut. Jika anak memilki kodrat yang tidak baik, maka kiprah pendidik untuk membantunya menjadi baik. Jika anak sudah mempunyai kodrat yang baik, maka ia akan lebih baik lagi jikalau dibantu melalui pendidikan. Kodrat dan lingkungan merupakan konvergensi yang saling berkaitan dan menghipnotis satu sama lain. Ada bagian-bagian dalam diri insan yang sanggup dan tidak sanggup diubah, yaitu (1) yang sanggup diubah yaitu kelemahan pikiran, kebodohan, pandangan yang kurang baik, kurang cepatnya berpikir, kecakapan dan lemahnya kemauan, ini disebut Intellegible; (2) yang tidak sanggup diubah yaitu biologis yang menyangkut perasaan contohnya takut, malu, kecewa, egoisme, rendah diri, sosial, agama, berani. Perasaan tersebut tetap ada dalam diri insan hingga anak menjadi dewasa. Jika anak sanggup mengendalikan atau menahan perasaannya dengan kecerdasan pikiran dan kemauan kuat, maka anak menjadi baik. Tetapi jikalau anak tidak sanggup menahan diri, maka watak orisinil anak akan terlihat. Pendidikan kecerdikan pekerti sangatlah penting berdasarkan Dewantoro. Budi pekerti ialah watak atau tekadnya jiwa yang berazas pada kebatinan. Budi pekerti selalu memakai pikiran dan perasaan dalam menimbang atau mengukur sesuatu yang niscaya dan tetap. Pikiran dan perasaan tersebut menghasilkan tenaga (perbuatan).
Pendidikan yang ada ketika itu hanya berdasarkan pada naluri atau dorongan ingin mendidik, instink, kebiasaan, asumsi sehingga bersifat tidak tetap atau bisa saja berubah-ubah pada si pendidik. Pendidikan yang teratur mempunyai syarat-syarat sebagai berikut: (1) ilmu hidup bathin insan (ilmu jiwa, psikologi), (2) ilmu hidup jasamani insan (fisiologi), (3) ilmu keadaan atau kesopanan (etika atau moral), (4) ilmu keindahan atau ketertiban lahir (estetika), (5) ilmu tambo pendidikan (ikhtisar cara-cara pendidikan). Peralatan pendidikan ialah cara-cara mendidik yaitu (1) memberi contoh, (2) pembiasaan, (3) pengajaran, (4) perintah, paksaan dan hukuman, (5) Laku (disiplin diri), (6) pengalaman lahir dan bathin.
Untuk rentang usia dalam pendidikan dibagi menjadi 3 masa, yaitu (1) masa kanak-kanak/kinderperiod usia 1 – 7 tahun, (2) masa pertumbuhan jiwa dan pikiran usia 7 – 14 tahun, (3) masa soialperiod atau terbentuknya kecerdikan pekerti usia 14 – 21 tahun. Sesuai dengan rentang usia tersebut, maka cara mendidik untuk masa kanak-kanak ialah dengan memberi teladan dan pembiasaan, untuk masa pertumbuhan jiwa dan pikiran dengan cara pengajaran dan perintah/paksaan/hukuman, dan untuk masa sosialperiod dengan cara laris dan pengalaman lahir – bathin.
Dewantoro juga perduli dengan anak usia dini, dimana pada tanggal 3 juli tahun 1922 di Yogjakarta dia mendirikan ”Taman Siswa” diperuntukan bagi anak usia dibawah 7 tahun dengan nama ”Taman Anak” yang seterusnya dikenal dengan ”Taman Indria”. Perkembangan Taman Siswa berikutnya berdiri sekolah rendah (sekolah dasar) dan sekolah lanjutan pertama. Pembagian sekolah rendah diubahsuaikan dengan perkembangan anak menjadi dua pecahan yaitu pecahan ”Taman Anak” dari kelas I hingga dengan kelas III untuk anak berumur 7 hingga 9 tahun dan ”Taman Muda” dari kelas IV hingga dengan kelas VI untuk anak usia 10 hingga 12 tahun.
Taman Indria bersemboyan ”tut wuri handayani” artinya bahwa taman ini memberi kebebasan yang luas selama tidak membahayakan anak. Sistem yang dipakai ialah sistem ”among’’ dengan maksud memberi kemerdekaan, kesukarelaan, demokrasi, toleransi, ketertiban, kedamaian, kesesuaian dengan keadaan dan hindari perintah dan paksaan. Sistem ini mendidik anak menjadi insan yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya dan merdeka tenaganya serta sanggup mencari pengetahuan sendiri.
Menurut Ki Hajar Dewantoro, di dalam kehidupan anak-anak, permainan mempunyai kedudukan dan arti yang sangat penting. Selama belum dewasa tidak tidur dan tidak melaksanakan sesuatu pekerjaan maka ia sedang bermain. Dengan kata lain permainan mengisi sepenuhnya kehidupan anak-anak, dari berdiri tidur hingga mereka tidur lagi. Permainan sangat bermanfaat bagi tumbuhnya kecerdikan pekerti, sosial-emosi, disiplin diri, ketertiban, kesetiaan dan kemampuan berpikir. Permainan belum dewasa Indonesia mempunyai corak yang bermacam-macam dan istimewa alasannya dilakukan dengan nyanyian. Permainan traditional yang sering dilakukan belum dewasa Indonesia tersebut menyebarkan kemampuan matematika, jasmani, keberanian, motorik halus (cekatan) dan disiplin.
Jika kita analisis bagaimana Ki Hajar Dewantoro menggolongkan usia anak dengan jenis pendidikannya, ternyata gagasan dia masih sesuai dengan konsep pendidikan anak usia dini terkini.
0 Response to "Pandangan Dasar Hebat Pendidikan Anak Usia Dini"
Post a Comment