Sudah saatnya kita melaksanakan perubahan, perubahan berfikir kreatif yang selama ini masyarakat kita miliki yang ternyata dimulai dari kemampuan berfikir imajinatif yang salah. Kesalahan ini diwariskan dari generasi ke generasi sampai belum dewasa kita sekarang. Hingga yang terbentuk yaitu generasi berfikir dangkal dan mau lezat sendiri, serba instan saja.
Penyebabnya yaitu kita selalu membunuh khayalan anak. Patronizing. Kita orang remaja terlalu menganggap remeh anak-anak. Kita tidak pernah mau mendapatkan dan memahami bahwa Anak sanggup menarik interpretasi sendiri dengan kreatif dan imajinatif.
Salah satu kehebatan dongeng dan dongeng di buku yaitu kita bisa mengkhayal. Jika diceritakan ihwal seorang yang tinggi dan besar, maka apa yang ada di kepala anak akan berbeda. Demikian juga deskripsi ihwal lingkungan yang ada juga sanggup berbeda jauh. Berbeda dengan film, yang mana apa yang ditampilkan di sana merupakan visualisasi sudut pandang dari pembuat filmnya saja.
Perbedaan visualiasi ini mungkin justru yang menciptakan seseorang anak menyukai (atau membenci) sebuah cerita. Mungkin apa yang diceritakan itu nyambung dengan perjalanan hidupnya, yang ketika itu sedang bergembira ria (atau berduka). Perbedaan visualisasi ini terkait dengan latar belakang sang pembaca. Orang yang berasal dari lingkungan terdidik di luar negeri mungkin akan gampang menangkap dongeng yang estetik, futuristik, terbang ke luar angkasa. Sementara yang lingkungannya ibarat kita mungkin lebih gampang mendapatkan dongeng gaib dan hantu. hehehe...
Ada yang menarik perhatian yaitu perbedaan dalam cara orang Barat kreatif dan orang Indonesia bercerita kurang kreatif. Dalam dongeng dan dongeng anak di Barat, seringkali tidak semuanya diceritakan secara harfiah. anak dibutuhkan mengisi sendiri dengan interpretasinya. Misalnya seekor Singa yang menunggu lamaaa sekali. Maka yang ditampilkan yaitu seekor Singa yang kusut penampilannya. Gelisah. Duduk. Rebahan. Ada beberapa tulang di bersahabat situ. Dengan puluhan ekor lalat dan burung bangkai mengitarinya. Sementara cara orang Indonesia bercerita atau mendongeng beda lagi; pribadi Singanya dan ia berkata “aku sudah menunggu usang di sini”. (begitu monoton, pribadi dan instan).
Perbedaan visualiasi ini mungkin justru yang menciptakan seseorang anak menyukai (atau membenci) sebuah cerita. Mungkin apa yang diceritakan itu nyambung dengan perjalanan hidupnya, yang ketika itu sedang bergembira ria (atau berduka). Perbedaan visualisasi ini terkait dengan latar belakang sang pembaca. Orang yang berasal dari lingkungan terdidik di luar negeri mungkin akan gampang menangkap dongeng yang estetik, futuristik, terbang ke luar angkasa. Sementara yang lingkungannya ibarat kita mungkin lebih gampang mendapatkan dongeng gaib dan hantu. hehehe...
Ada yang menarik perhatian yaitu perbedaan dalam cara orang Barat kreatif dan orang Indonesia bercerita kurang kreatif. Dalam dongeng dan dongeng anak di Barat, seringkali tidak semuanya diceritakan secara harfiah. anak dibutuhkan mengisi sendiri dengan interpretasinya. Misalnya seekor Singa yang menunggu lamaaa sekali. Maka yang ditampilkan yaitu seekor Singa yang kusut penampilannya. Gelisah. Duduk. Rebahan. Ada beberapa tulang di bersahabat situ. Dengan puluhan ekor lalat dan burung bangkai mengitarinya. Sementara cara orang Indonesia bercerita atau mendongeng beda lagi; pribadi Singanya dan ia berkata “aku sudah menunggu usang di sini”. (begitu monoton, pribadi dan instan).
Cara pendongeng kita yang terakhir itu sangat menyebalkan. Membunuh khayalan anak, merusak kemampuan berfikir. Patronizing. anak tidak dipercaya dan dianggap tidak sanggup menarik interpretasi sendiri? berdasarkan saya ini "menyebalkan". Akhirnya akan sanggup terbentuk watak-watak anak yang menjiplak tayangan abnormal yang tidak logis, ibarat difelem-felem dan senetron kita yang kebanyakan gaib mulu, Pak kiyai tinggal kebutkan surban atau lempar kopiah maka siluman dan hantu akan musnah; itu yang terbaca dan direkam dari "kata anak-anak"..? nah..lhoo????.
Dari: http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/.... terimakasih sudah berkunjug... salam kenal salam anak indonesia.
Sumber https://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/
0 Response to "Jangan Bunuh Khayalan Anak Dalam Dongeng Dan Cerita"
Post a Comment